SATUAN ACARA PENYULUHAN
Hari/Tgl :
Jum’at, 20 September 2013
Waktu : 40
menit
Pokok
Bahasan : Pendidikan Seks
Pranikah
Sub Pokok
Bahasan : Menjelaskan mengenai
Pendidikan Seks Pranikah
Sasaran : Siswa-Siswi
SMK Kesehatan Banten – Tangerang
Penyuluh : Sari
Nur Indah
Tempat : Ruang Aula
SMK Kesehatan Banten – Tangerang
I.
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti penyuluhan tentang Pendidikan Seks Pranikah, diharapkan siswa-siswi
SMK Kesehatan Banten dapat mengerti dan menjelaskan tentang dampak dan kerugian
seks pranikah.
II.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan tentang Pendidikan Seks Pranikah, diharapkan siswa
dapat :
1.
Menjelaskan pengertian perilaku seksual
dan seks pranikah
2.
Menjelaskan aspek-aspek perilaku seksual
pranikah
3.
Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pranikah
4.
Menjelaskan dampak dari perilaku seksual
pranikah
5.
Menjelaskan upaya menanggulangi seks bebas
di kalangan remaja
III.
Garis-garis Besar
Materi
1.
Pengertian perilaku seksual dan seks
pranikah
2.
Aspek-aspek perilaku seksual pranikah
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pranikah
4.
Dampak dari perilaku seksual pranikah
5.
Upaya menanggulangi seks bebas di kalangan
remaja
IV. Metode
1.
Ceramah
2.
Tanya Jawab
V. Media
dan Alat Peraga
1.
Leaflet
2.
LCD
VI. Proses Kegiatan Penyuluhan
|
No.
|
Proses
|
Kegiatan
Penyuluh
|
Kegiatan
Peserta
|
Waktu
|
|
1.
|
Pembukaan
|
·
Memberikan leaflet
·
Memberi salam pembuka dan perkenalan diri
·
Menjelaskan tujuan
·
Kontrak waktu
|
·
Menerima dan membaca leaflet
·
Menjawab salam
·
Mendengarkan
·
Memberi respon
|
5 menit
|
|
2.
|
Penjelasan
|
·
Perilaku seksual dan seks pranikah
·
Aspek-aspek perilaku seksual pranikah
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pranikah
·
Dampak dari perilaku seksual pranikah
·
Upaya menanggulangi seks bebas di
kalangan remaja
|
Mendengarkan
dengan penuh perhatian
|
20 menit
|
|
4.
|
Penutup
|
·
Tanya jawab
·
Menyimpulkan hasil penyuluhan
·
Memberikan salam penutup
|
·
Menanyakan hal yang belum jelas
·
Aktif bersama menyimpulkan
·
Membalas salam
|
15 menit
|
VII.
Evaluasi
1. Mengajukan
pertanyaan lisan.
·
Tes awal.
·
Apakah siswa mengetahui apa yang dimaksud dengan perilaku
seksual pranikah?
·
Apa saja aspek-aspek perilaku seksual pranikah?
·
Apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
pranikah?
·
Apa dampak yang ditimbulkan dari perilaku seksual
pranikah?
·
Bagaimana upaya untuk menanggulangi seks bebas
dikalangan remaja?
Tes akhir
·
Apa yang maksud dengan perilaku seksual pranikah?
·
Apa saja aspek-aspek perilaku seksual pranikah?
·
Sebutkan apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pranikah?
·
apa saja dampak yang ditimbulkan dari perilaaku
seksual pranikah?
·
Sebutkan upaya untuk menanggulangi seks bebas
dikalangan remaja?
2.
Observasi
·
Respon/tingkah laku siswa saat diberi pertanyaan :
apakah diam atau menjawab (benar atau kurang tepat).
·
Siswa antusias atau tidak.
·
Siswa mengajukan pertanyaan atau tidak.
MATERI
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
1. Definisi
Menurut PKBI (1981) pengertian perilaku
seksual adalah segala bentuk kegiatan yang dapat memberikan penyaluran pada
dorongan seksual yang dilakukan oleh dua orang yang berjenis kelamin berbeda mulai
dari bermesraan, bercumbu, sampai dengan berhubungan kelamin.
Sarwono (2000) mengatakan bahwa perilaku
seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan
lawan jenis mulai dari perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu
sampai bersenggama. Lebih lanjut, perilaku seksual merupakan perilaku yang
bersifat alami atau manusiawi karena setiap manusia memiliki dorongan seksual
dan hal tersebut normal jika dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku.
Ditambahkan oleh Knox (dalam Aryani, 2005)
bahwa perilaku seksual tidak hanya sebagai peristiwa menyatunya alat kelamin
laki-laki dengan alat kelamin perempuan saja tetapi juga diartikan sebagai
komunikasi yang terjadi untuk berbagai macam alasan dan dalam konteks yang
berbeda, sebelum menikah, selama menikah, di luar menikah, dan setelah menikah,
tergantung pada kualitas pernikahan. Lebih lanjut, perilaku seksual merupakan
salah satu media berkomunikasi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan
sebagai manifestasi dari dorongan seksual. Perilaku seksual dimulai dari
perasaan tertarik sampai pada akhirnya keduanya terlibat dalam hubungan seksual
.
Sementara itu, dalam website e-psikologi (2007)
dikatakan bahwa perilaku seksual merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan
secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada
tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri,
sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa
melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan
kepercayaan masing-masing individu.
Menurut Kartono (1992) perilaku seksual
pranikah adalah perilaku seksual yang dilakukan sebelum adanya ikatan
perkawinan yang sah. Perilaku ini dapat dikategorikan sebagai perilaku yang
menyimpang, sebab perilaku seksual yang dilakukan di luar perkawinan tersebut
merupakan perbuatan berzina. Norma-norma yang berlaku hanya membenarkan
perilaku seksual jika sudah ada ikatan perkawinan yang sah antara dua orang
yang berlawanan jenis kelamin.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perilaku seksual pranikah
adalah suatu perbuatan yang dapat diobservasi baik secara lansung maupun
tidak langsung, yang dilakukan oleh dua individu berjenis kelamin berbeda,
mulai dari berkencan, bercumbu sampai bersenggama, tetapi belum ada ikatan yang
sah menurut norma, hukum, ataupun agama.
2. Aspek-aspek Perilaku
Seksual Pranikah
Menurut PKBI (1998) aspek-aspek perilaku seksual pranikah adalah :
a. Bermesraan
Aspek ini mengungkap aktivitas psikologis dua individu yang berlainan jenis
dalam kesamaan tujuan untuk saling berbagi rasa yang diungkap dalam kata-kata
manis, pandangan mata yang mesra, namun belum sampai pada aktivitas bercumbu.
Bermesraan di sini dilakukan oleh dua orang, yaitu pemuda dan pemudi yang
ditandai dengan adanya ketertarikan afeksional (saling mencintai) yang telah
dinyatakan di antara keduanya, tetapi belum sampai pada tingkat pertunangan.
b. Bercumbu
Aspek ini mengungkap pendekatan-pendekatan jasmaniah yang dilakukan,
seperti saling memegang, berciuman, berpelukan atau berangkulan, saling tempel
alat kelamin, yang dapat membangkitkan gairah seksual, tetapi belum sampai pada
hubungan kelamim.
c. Hubungan kelamin
Hubungan kelamin berarti melakukan kegiatan senggama. Hubungan kelamin
adalah hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda jenis kelamin,
dengan kegiatan memasukkan penis ke dalam vagina dan masing-masing orang akan
memperoleh kepuasan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Seksual Pranikah
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja
yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari
keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan
perpecahan (Kinnaird, 2003). Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan
kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak
sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam
keluarga, dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak
lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi
yang kurang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan
remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media
pornografi (Soetjiningsih, 2006).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia
perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu larangan,
norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki
dan perempuan (Sarwono, 2003)
Menurut para ahli, faktor-faktor yang
mempengaruhi remaja untuk berperilaku seksual pranikah yaitu:
a. Faktor fisik
Sarwono (2000) menyatakan bahwa mulai berfungsinya hormon perilaku seksual
semakin kuat.
b. Pengaruh orang tua
PKBI (2000) mengemukakan bahwa kurangnya komunikasi secara terbuka antara
orangtua dengan remaja dalam masalah seputar seksual dapat mengakibatkan
munculnya perilaku seksual menyimpang. Markum (1997) menambahkan bahwa
pendidikan seks pasif (tanpa komunikasi dua arah) bisa mempengaruhi sikap serta
perilaku seseorang karena dalam pendidikan seks anak tidak cukup hanya melihat
dan mendengar sekali atau dua kali, tapi harus dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan. Orang tua wajib meluruskan informasi yang tidak benar disertai
penjelasan risiko perilaku seks yang salah.
c. Pengaruh alat kontrasepsi
Menurut Sarwono (1981) dengan banyak beredarnya alat kontrasepsi secara
bebas di pasaran serta mudah diperoleh oleh siapa saja tanpa adanya batasan
yang tegas, seringkali disalahgunakan oleh para remaja terutama untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya.
d. Pergaulan bebas
Sarwono (2000) mengatakan bahwa para remaja mempunyai banyak kebebasan dalam
bergaul dengan teman sebaya terutama pergaulan dengan lawan jenis. Pergaulan
yang semakin bebas tanpa adanya suatu pengendalian pada diri remaja dapat
menimbulkan perilaku seksual pranikah.
e. Pengaruh media
Penyebaran informasi tentang masalah seksual melalui media cetak atau
elektronik yang menyuguhkan gambar porno, film porno, dan semua hal yang berbau
pornografi, dapat menyebabkan perilaku seksual pranikah pada remaja semakin
meningkat (Sarwono, 2000).
4. Dampak dari Perilaku
Seks Pranikah
Perilaku seksual pranikah dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :
a. Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya
perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah, dan berdosa.
b. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat
menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. Kehamilan pada remaja sering
disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.
Bahaya kehamilan pada remaja:
- Hancurnya masa depan remaja tersebut.
- Remaja wanita yang terlanjur hamil akan
mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
- Pasangan pengantin remaja, sebagian
besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu,
bukan karena cinta).
- Pasangan pengantin remaja sering menjadi
cemoohan lingkungan sekitarnya.
- Remaja wanita yang berusaha menggugurkan
kandungan pada tenaga non medis (dukun, tenaga tradisional) sering mengalami
kematian strategis.
- Pengguguran kandungan oleh tenaga medis
dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit
jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian).
Baik yang meminta, pelakunya, maupun yang mengantar dapat dihukum.
- Bayi yang dilahirkan dari perkawinan
remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia dewasa.
c. Dampak sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum
saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil,
dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang
mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2003).
d. Dampak fisik
Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya
penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita
penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi
penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta
meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
5. Upaya untuk
Menanggulangi Seks Bebas di Kalangan Remaja
Orang tua sebagai penanggung jawab utama
terhadap perilaku anak harus menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis
dalam keluarganya. Orang tua sejak usia dini harus menanamkan dasar yang kuat
pada diri anak bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Jika
konsep hidup yang benar telah tertanam maka remaja akan memahami jati dirinya,
menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan dirinya dengan
lingkungannya. Kualitas akhlak akan terus terpupuk dengan memahami batas-batas
nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Remaja akan
merasa damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling
memahami di antara sesama keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan
pendidik akan menghindarkan dari pergaulan bebas. Orang tua harus terus
mengawasi dan mengontrol perkembangan perilaku remaja.
Serta pendidikan seks harus diberikan
sejak dini agar mereka sadar bagaimana menjaga supaya organ-organ reproduksinya
tetap sehat. Sebenarnya dalam masalah reproduksi ini, peran orang tua dan guru
diharapkan lebih menonjol karena bagaimanapun juga mereka juga berperan sebagai
filter atau penyaring bagi informasi yang akan diberikan kepada remaja, berbeda
bila informasi diperoleh dari media masa yang sering kali tanpa penyaringan
terlebih dahulu. Dalam upaya pemberian informasi mengenai masalah reproduksi
bagi remaja, khususnya di sekolah, perlu peran guru ditingkatkan. Untuk itu
ingin diketahui seberapa jauh pengetahuan guru, khususnya guru bimbingan dan
konseling. Diharapkan guru Bimbingan dan Konseling nantinya dapat berperan
sebagai narasumber di sekolah (tempat kerja) dan memberikan informasi yang benar
mengenai hal-hal tersebut. Serta diadakan konseling seksualitas remaja.
Ada beberapa solusi, di antaranya,
pertama, membuat regulasi yang dapat melindungi anak-anak dari tontonan yang
tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang memihak kepada pembinaan
moral bangsa. Oleh karena itu, Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan
Pornoaksi (RUU APP) harus segera disahkan.
Kedua, orang tua sebagai penanggung jawab
utama terhadap kemuliaan perilaku anak, harus menciptakan lingkungan keluarga
yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah tangga harus dibenahi sedemikian
rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Berikut petunjuk-petunjuk praktis yang
diberikan Stanley Coopersmith (peneliti pendidikan anak), kepada orang tua
dalam mendidik dan membina anak. Pertama, kembangkan komunikasi dengan anak
yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai lima kualitas : openness,
empathy, supportiveness, positivenes, dan equality. Kedua, tunjukkanlah
penghargaan secara terbuka. Hindari kritik. Jika terpaksa, kritik itu harus
disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi
yang masuk akal.
Ketiga, latihlah anak-anak untuk
mengekspresikan dirinya. Orang tua harus membiasakan diri bernegosiasi dengan
anak-anaknya tentang ekspektasi perilaku dari kedua belah pihak. Keempat,
ketahuilah bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan dengan pengembangan
harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual.
Proses belajar biasa efektif dalam lingkungan yang mengembangkan harga diri.
Intinya, hanya apabila harga diri anak-anak dihargai, potensi intelektual dan
kemandirian mereka dapat dikembangkan.
Selain petunjuk yang diberikan Stanley di
atas, keteladanan orangtua juga merupakan faktor penting dalam menyelamatkan
moral anak. Orang tua yang gagal memberikan teladan yang baik kepada anaknya,
umumnya akan menjumpai anaknya dalam kemerosotan moral dalam berperilaku.